"Ya, terus kenapa?"
"Sampe kapan lo mau kayak gini sih? Lo mau punya jodoh yang gampang suka gampang lupa juga?"
"...."
Percakapan itu masih gue ingat dengan jelas. Dia adalah cewek yang open, gampang kebawa perasaan, suka ge-er sendiri, dan gampang mengagumi seseorang. Bakalan berbahaya kalo dia ketemu orang yang salah. Bakalan lebih berbahaya kalo dia nggak segera menghilangkan kebiasaan dia itu, gampang suka sama orang. Gue sebagai cowok ngerti banget sama niat jelek cowok kalo ketemu cewek kayak dia. Tipe cewek yang mudah jatuh cinta dan dengan cukup cepat bangkit lagi. Entah udah berapa kali si bodoh itu membangun ulang perasaannya dan menata hatinya.
Bertahun-tahun berlalu sejak percakapan di stasiun ketika menunggu kereta ekonomi berjendela tanpa kaca itu. Berkali-kali setelahnya (gue yakin) juga dia membangun kembali perasaannya yang rontok karena patah hati. Kenapa sih ada cewek kayak gitu? Kapan dia kapoknya?
Tapi sekarang yang gue lihat, dia menenun sebuah tirai tipis untuk membatasi dirinya dari hal-hal yang (mungkin) membahayakan hatinya. Kenapa nggak sekalian tembok bata aja sih? Gue cuma pengen dia punya self-defense terhadap hal-hal yang bahaya buat (hati) dia.
Setidaknya, karena kita jarang banget ketemu, gue jadi nggak perlu harus mendengarkan cerita-cerita patah hatinya dia, atau cerita-cerita tentang cowok gebetannya. Jadi gue nggak perlu ngomel-ngomel ke dia. Sejujurnya, sejak dulu, sebelum dia buka mulut buat curhat, gue selalu paham apa yang mau dia ceritakan. Setelah satu atau dua kalimat, gue tau seperti apa akhirnya. Selalu.
"Sejujurnya, susah banget buat ngilangin sifat kayak gini..."
Tanpa dia ngomong pun gue udah tau, kalo si bodoh itu jatuh cinta lagi...
0 komentar:
Posting Komentar